Jakarta - Perdana Menteri Inggris, Boris Johnson, menegaskan bahwa tengat masa transisi Brexit tidak akan berubah. Dengan kata lain, secara de facto, Inggris akan tetap resmi keluar dari Eropa pada bulan Desember nanti. Situasi pandemi Corona, kata ia, tidak akan mempengaruhi jalan dan periode negosiasi selama masa transisi.
Boris Johnson bahkan mengatakan bahwa pemerintahannya sudah siap keluar dari Eropa di akhir Desember tanpa kesepakatan ideal. Jika itu terjadi, maka perjanjian dagang antara Inggris dan Eropa akan mengacu pada apa yang ia sebut sebagai "Syarat Australia".
"Inggris akan melanjutkan negosiasi secara konstruktif, namun opsi 'Syarat Australia' akan dipakai jika tidak ada kata sepakat," ujar Boris Johnson dalam keterangan persnya, dikutip dari kantor berita Reuters, Ahad, 28 Juni 2020.
"Syarat Australia" mengacu pada kesepakatan dagang antara negeri aborigin tersebut dengan Uni Eropa. Dalam kerjasamanya dengan Uni Eropa, Australia mengkombinasikan aturan Organisasi Dagang Dunia (WTO) dengan sejumlah kesepakatan yang spesifik untuk produk-produk tertentu.
Sebagaimana diketahui, Inggris tetap ingin mendapatkan akses ke sistem perdagangan bebas yang diadopsi Uni Eropa. Berbagai negosiasi dilakukan untuk memastikan Inggris tetap berada di sistem tersebut walau tak lagi menjadi bagian dari Eropa. Namun, enam bulan berlalu, kesepakatan tak pernah tercapai.
Kanselir Jerman, Angela Merkel, pesimistis Inggris akan memiliki proposal bagus untuk memastikan ekspor impor Inggris dan Eropa berlangsung secara mulus. Ia bahkan berkata bahwa hanya Inggris yang tahu bagaimana mereka akan berdagang nantinya, bukan Uni Eropa.
"Dengan Perdana Menteri Boris Johnson, Pemerintah Inggris ingin menentukan sendiri hubungan dengan Eropa akan seperti apa ke depannya. Kita harus siap dengan konsekuensi kerjasama perekonomian Inggris dan Eropa tak sekuat dulu," ujar Merkel menegaskan.